Berawal dari rasa penasaran
apakah ada pantai yang bisa dinikmati di provinsi Riau, aku mencoba
mencari-cari sampai akhirnya menemukan info tentang pantai yang disebut Pantai
Solop. Dikatakan bahwa pantai ini terletak di Kabupaten Indragiri Hilir, bagian
selatan dari Provinsi Riau. Seketika aku langsung tertarik untuk melihat
penampakan sebenarnya dari pantai tersebut, mengingat letaknya juga yang dekat
dengan tempat tinggalku di Riau.
Sampailah kami berempat di Tembilahan, Kota
Kabupaten Indragiri Hilir, setelah bertanya-tanya pada warga sekitar, aku
mengetahui bahwa untuk menuju pantai tersebut kita perlu menyeberang ke Pulau
Cawan terlebih dahulu dari pelabuhan rakyat yang ada tepat di belakang
tradisional kota ini.
Aroma khas pasar tradisional
mulai tercium, amis, busuk di keramaian pelabuhan ini. Antrian warga yang akan
menggunakan jasa pelayaran rakyat mulai terlihat, kebanyakan dari mereka adalah
warga di pulau-pulau kecil di sekitar Indragiri Hilir yang sedang belanja
mingguan untuk kebutuhan sehari-hari mereka. Tiap hari terdapat jadwal
keberangkatan dimulai dari pagi sampai jam 4 sore, yang tentunya hanya terbatas
sehingga penumpang pun rela berdesak-desakan baik dengan penumpang lainnya
maupun hewan dan barang-barang belanjaan mereka, tidak hanya di tengah, tapi
bahkan juga di atas atap perahu motor ini. Sepanjang perjalanan kami
bercakap-cakap dengan penumpang, mulai dari harga bensin yang bisa mencapai Rp
20 ribu di pulau-pulau kecil sekitar sampai tujuan perjalanan kami. Mereka
menganggap aneh ketika kami mengatakan bahwa kami berencana berlibur di Pantai
Solop di luar hari libur Lebaran. ANEH?
YA mereka menganggap seperti itu, terlihat dari raut wajah mereka.
Melewati hutan-hutan nipah
sepanjang muara, laut yang berwarna kecoklatan, dan celah-celah perairan di
antara beberapa pulau kecil, nampaklah pulau yang dikelilingi mangrove ini,
Pulau Cawan begitu pulau ini disebut. Hanya rombongan kami yang turun di pulau
ini, nakhkoda mengatakan mereka berhenti ke pulau ini hanya jika ada pesanan
sebelumnya.
Pemandangan Rumah-Rumah Warga di Pulau Cawan |
Kami mulai berjalan mencari
pantai yang dikatakan tidak jauh dari pelabuhan pulau ini. Tak jauh dari sana
terlihat plang sambutan “selamat datang
di kawasan wisata Pantai Solop”. Untuk menuju ke pantai kita melewati jalan
panggung kayu yang di sebelahnya terdapat beberapa rumah kayu warga dan juga
pepohonan mangrove. Jalan kemudian menyambung dengan jalan buatan dari semen
dan bata. Menurutku, pantai ini seperti ditinggalkan dan tidak terawat terlihat
dari bangunan toko, pondok, jalan buatan yang mulai hancur dan ditumbuhi
tumbuhan liar. Tapi terlepas dari semua
itu, pantai ini memiliki keunikan tersendiri, pasir pantai ini berwarna putih,
kecoklatan. Warna putihnya berasal dari sersah hewan laut (kerang, siput)
bukannya dari bebatuan atau kerikil seperti pasir putih pada umumnya, sedangkan
warna coklatnya berasal dari sersah tumbuhan di sekitar. Sebenarnya kami
penasaran untuk mengelilingi pulau ini dengan mengitari garis pantainya, namun
apa daya semakin menjauhi kawasan wisata sudah bukan pasir lagi yang kami jejak
melainkan lumpur setinggi lutut dan rapatnya hutan. Terlihat babi hutan
melompat secepat-cepatnya masuk ke hutan begitu mengetahui keberadaan kami.
Ketiga kawanku agak kecewa dengan perjalanan ini karena tak sesuai dengan yang
mereka harapkan, sehingga kami berencana untuk secepatnya meninggalkan tempat
ini.
Jam menunjukkan pukul 2 ketika
kami sampai di pelabuhan tempat kami sampai di pulau ini. Kami bertanya ke
warga sekitar tentang perahu yang bisa mengantarkan kami balik Riau daratan.
Mereka semua agak ragu karena perahu jarang kemari jika tidak ada pesanan.
Sehingga aku memutuskan untuk menghubungi agen tiket perahu yang mengantar kami
kesini. Dia mengatakan agar kami tenang
saja, karena dia sudah menghubungi kapal
terakhir yang akan membawa kami kembali. Sejam berlalu, kami bercengkerama
dengan Amir, penduduk sekitar yang mengatakan bahwa di pulau ini mereka terdiri dari
20-an KK dan semuanya menggantungkan hidup dari laut sekitar. Karena cuaca
sedang tidak baik, maka banyak dari mereka yang hanya beraktivitas duduk-duduk
di depan rumah, ingin hiburan elektronik pun, mereka mengatakan listrik diesel
hanya menyala di malam hari.
Tiduran di Atas Jala Nelayan, Jenuh Menunggu yang Tak Kunjung Datang |
Tiba-tiba perahu motor
dengan gambar bintang kuning nampak dari kejauhan, kami berlari mendekati dan
berteriak sekencang-kencangnya. Namun perahu tersebut melewati kami begitu
saja, harapan kami untuk pulang pupus sudah. Kemudian Amir dan beberapa tetangganya langsung membuka baju dan
melambaikannya. Kamipun mengikuti saran dan gerakan pria ini. AJAIB!!, perahu kembali putar balik mendekati pelabuhan...FUUH.....seketika
kebahagiaan tak terperi yang kami rasakan saat itu.