We travel, We learn, We sketch: Oktober 2013

Sabtu, 05 Oktober 2013

Di antara Balohan-Ulee Lheue

Tibalah saatnya meninggalkan Pulau Weh...Aku menaiki Ferry cepat untuk pulang, berbeda ketika aku menuju ke pulau ini. Tiketnya memiliki harga 3 macam sesuai dengan lokasi dimana kita duduk. Tiket termurah sudah tidak kudapatkan jadi aku mendapat tiket kelas 2 (harga tengah-tengah). Ternyata aku mendapat tempat duduk dengan kursi empuk di dalam yang mungkin nyaman untuk sebagian besar orang, tapi tidak buatku. Jadi aku memutuskan untuk berkeliling, sampailah aku di dek paling atas, tiket termurah tanpa atap....NAH INI BARU NYAMAN, aku bisa melihat langit, air laut, merasakan tiupan angin, sambil bisa membuat sketsa dengan lebih nyaman.


 



Mereka adalah penumpang yang duduk di depanku, dengan latar belakang gerbang masuk pelabuhan Balohan Sabang. Pada tahun 1970, Sabang merupakan pelabuhan bebas internasional, namun oleh karena kondisi keamanan dan politik maka pada tahun 1985 statusnya dicabut, sampai pada tahun 2000 status pelabuhan bebasnya diaktifkan kembali, namun jika melihat dari kondisinya sekarang  tidak nampak  kalau pelabuhan ini merupakan pelabuhan bebas internasional, entahlah...Bisa jadi karena Pulau Weh ini memiliki dilema kompleks yang saling tarik-menarik antara tiga kepentingan yakni konservasi alam, ekonomi, dan faktor militer (ada pangkalan militer yang komplit di pulau ini, AL, AU, dan AD). 

Pada 15 menit pertama perjalanan begitu tenang, sampai pada 20 menit selanjutnya ombak begitu kencangnya sampai membasahi sekujur tubuh mereka yang berada di depanku ini, tak ketinggalan juga kertas gambarku menjadi korban percikan air laut Aceh.