Setelah
menempuh perjalanan 400an km dengan sepeda motor kesayangan dalam rangka
menyepi di Hari Libur Nyepi sampailah Aku di tempat sepi ini. LEMBAH HARAU
demikian tempat ini disebut, konon, tempat ini telah sering dikunjungi sejak
tahun 1920-an berdasarkan adanya monumen di salah satu air terjun yang terdapat
disana. Di dalam kepalaku telah tergambar imajinasi yang menarik mengenai air
terjun-air terjun yang banyak terdapat di lembah yang terdapat di Payakumbuh,
Sumatera Barat ini. Kutelusuri jalan-jalan di Lembah ini untuk mengunjungi air
terjun tersebut satu per satu.
Daaan... memang
terkadang kenyataan tidak seindah imajinasi, air terjun yang di dalam pikiranku
begitu asri, sepi, yang menurutku akan membutuhkan pengorbanan untuk
mencapainya ternyata adalah air terjun di pinggir jalan dengan keramaian wisatawan
dan penjual makanan. Keramaian wisatawan keluarga khas indonesia, rombongan riuh
anak-anak bermain air di bawah air terjun yang menjadi coklat, ayah dan ibu mereka
duduk sambil melihat mereka di tikar yang disewakan penjual makanan cepat saji
setempat (mie instan, dll). Bukannya aku
membenci keramaian dan penjual setempat, menurutku adanya obyek seperti air
terjun ‘HARUS’ meningkatkan perekonomian warga setempat, tetapi tentunya ada
metode lain sehingga obyek wisata ini tidak hilang keasriannya oleh keberadaan
wisatawan serta penjual setempat yang menjadikan tempat ini sebagai mata
pencaharian utama mereka. Salah satu contoh baik yang bisa kita tiru adalah, SOUTHERN
RIDGE PARK, bagaimana Singapura mengelola dengan baik lahan hijau mereka yang
terhitung jumlahnya lebih sedikit dibanding negeri kita. Menurutku untuk
membuat tempat wisata ini lebih baik lagi, bisa dibuat dibuat trail (jalan
kecil buatan) menuju tempat-tempat dari bawah ke atas tebing-tebing, kemudian
di beberapa tempat dapat dibuat suatu bangunan bertema atau monumental untuk
beristirahat sejenak, kemudian ke bawah lagi menyusuri air terjun-air terjun di
bawahnya. Penjual lokal tetap bisa berjualan namun tentunya di tempat yang
sudah ditetapkan, tidak secara liar. OK, cukup untuk pendapatku tentang
bagaimana tempat ini dikelola seharusnya.
Tidak lama
disana, aku pun kembali ke penginapan. Aku duduk di beranda penginapan sambil
melihat sekelilingku, aku dikelilingi oleh tebing-tebing granit yang konon lagi
berusia 40 juta tahun merah marun, coklat oker, putih, sedikit hitam, hanya
melihat warna-warna tersebut sudah membuatku bersyukur karena aku masih hidup
untuk menyaksikan semua ini. Sambil
bersantai, terdengar suara menggema beberapa wisatawan yang bergiliran
berteriak menjajal keunikan di salah satu tempat di Lembah ini yang mampu menggemakan
suara.
|
Penginapan tempat Aku tinggal yang dikelilingi Tebing Lembah Harau |